Pengembara Muslim | writer - traveler - coffee drinker

catatan perjalanan dari seseorang yang telah menyerahkan hidupnya untuk Islam

  • Home
  • Buku Saya
  • Works
  • Features
  • Tentang Saya
traveling

DELFT: DARI LELAKI TUA PENABUR REMAH ROTI HINGGA MENATAP TAJAM MATA SANG PANGERAN

Pay Jarot Sujarwo Wednesday, 5 March 2014 No Comments
Lelaki itu tak hirau dengan suasana sekeliling. Usianya kutaksir sudah lebih dari 70 tahun. Sebuah sepeda yang juga tak kalah tua berdiri setia tepat di depannya. Jaket tebal berwarna gelap yang sudah terlihat lusuh membungkus tubuhnya, melindungi dari musim yang kadang memang tidak bersahabat. Badannya  sedikit membungkuk. Entah apakah karena usia, atau karena lelaki itu khusuk bercengkrama dengan puluhan burung dara yang berebutan dengan remah roti yang ia taburkan.

Orang-orang berlalu lalang. Lelaki itu tak hirau. Seorang perempuan remaja berambut pirang panjang baru saja melewati lelaki tua itu. Tak sedikitpun kepalanya berpaling. Dunia ini serasa miliknya. Memungut remah-remah roti yang memang sudah ia persiapkan di dalam kantong plastik yang tergantung di sepedanya, menaburkan remah-remah roti tersebut, sedetik kemudian puluhan burung dara mengerumuninya. Bahkan ada seekor dengan warna segelap jaket tebalnya, tak sabar menunggu remah roti jatuh ke bawah. Burung itu hinggap di pergelangan tangan lelaki. Mematuk-matuk remah roti yang belum sempat ditabur. Membuat burung-burung yang lain cemburu. Mencoba merebut singgasana demi menguasai remah roti. Lelaki tua itu tersenyum. Barangkali saja, dari dalam hatinya dia berkata, “Sabar… sabar…, semuanya pasti kebagian.”


Aku yang berdiri kurang dari lima meter dari lelaki tua itu merasa sangat terhibur. Pemandangan lelaki tua dengan remah roti dan burung dara sudah membuat aku betah berada di kota kecil ini. Dinginnya musim, seketika aku lupakan. Berbeda dengan lelaki tua yang tak hirau dengan sekeliling, aku, setelah menjepretkan kameraku ke arahnya beberapa kali berpindah fokus ke arah-arah yang lain. Toko suvenir berderet rapi di sisi kanan dan kiri. Toko keju. Café. Klompen berukuran raksasa yang dibiarkan tergeletak begitu saja. Dan tentu saja para turis yang sibuk memilih-milih suvenir. Yang sibuk mengabadikan gambar. Yang sibuk mencicipi keju. Yang sibuk membaca peta. Aku adalah bagian dari turis tersebut di sebuah kota kecil yang membuatku betah berlama-lama. Kota itu bernama Delft.

Tentu saja dua bangunan abad pertengahan tak boleh dilewatkan begitu saja ketika berada di Delft. Bangunan yang menjadi kebanggan kota. Bangunan yang menjadi alasan jutaan manusia modern datang ke tempat ini. Delft City Hall yang berhadapan dengan Nieuwe Kerk (Gereja Baru). Di tengah-tengah dua bangunan yang saling berhadapan tersebutlah orang-orang berlalu lalang. Patung seorang ahli hukum, filosof, teolog, apologis Kristen, dramawan, dan penyair di Republik Belanda, Hugo Grotius, pun tak ketinggalan menjadi sasaran blitz kamera. Tak ketinggalan lelaki tua penabur remah roti dengan sepedanya yang tak juga tak kalah tua.

Delft adalah sebuah kota kecil yang terletak di provinsi South of Holland. Berada di tengah dua kota besar, Rotterdam dan Den Haag, Delft sama sekali tidak terkesan seperti kota. Bahkan seorang kawan dari jejaring sosial yang telah lama tinggal di Delft lebih senang menyebut dirinya tinggal di kampung Delft, bukan Kota Delft.  

Tapi teman satu ini tak salah. Delft pada awalnya memang sebuah pedesaan. Di awal abad pertengahan, barulah kemudian pedesaan Delft dikembangkan menjadi sebuah kota dengan mendapat city charter pada abad ke-13. Kalau kita mau masuk jauh lebih awal, jauh sebelum abad pertengahan dimulai, jauh sebelum daerah ini disebut sebagai pedesaan, Delft tak lebih dari sekadar daerah rawa yang basah. Diperkirakan sekitar tahun 1100 kanal-kanal telah digali memanfaatkan sungai alami yang mengalir di sini. Kanal itu disebut Delf, kemudian berubah menjadi Delft. Kalau kita mengenal Belanda sebagai negara sejuta kanal, maka Delft bolehlah kiranya dijadikan ibukota kanal tersebut.

Ya, berjalan kemanapun ditiap sudut kota, kita akan menjumpai kanal-kanal yang indah dan bersih. Angsa putih akan menjadi hal yang lazim kita temukan. Kemolekan tubuh unggas ini begitu luar biasa. menjadi inspirasi penemu gerakan tari yang hari ini kita kenal sebagai balet.

Sejarah Delft adalah cerita tersendiri yang tak akan pernah habis untuk dipelajari. City Hall dan Niuewe Kerk adalah saksi utama. Juga perjuangan dari William van Oranje, pahlawan paling perkasa di Belanda dengan kegigihannya mengusir pendudukan Spanyol. Belum lagi cerita tentang keramik yang melegenda. Lihat saja isi dalam toko suvenir yang berada di kota ini. Penuh dengan keramik. Klompen yang merupakan sepatu kayu, dibuat dari keramik berbagai ukuran. Kincir angin, dari keramik, tempelan kulkas dengan berbagai macam desain: sepasang bocah kecil berpakaian tradsional Belanda yang nyaris (atau sudah) berciuman, si pendiam William van Oranje, bunga tulip beraneka warna, semuanya terbuat dari keramik.  Sejak abad ke 17 keramik dari Delft (Delftware) sudah diekspor keseluruh pelosok Eropa bahkan ke Asia Timur jauh, seperti negeri tirai bambu yang pada dasarnya menjadi inspirasi pembuatan keramik di Delft.

Aku tak pernah puas sebenarnya. Terlalu banyak hal yang bisa diceritakan dari kota kecil (atau kampung?) bernama Delft, bahkan walau kita hanya berada di tengah-tengah antara City Hall dan Nieuwe Kerk. Tapi perjalananku ke Delft hanya perjalanan sehari. Aku harus berpindah tempat. Setelah mendengarkan dentang lonceng gereja dari Nieuwe Kerk, kakiku mengayun ke sudut-sudut kota. Menelusuri kanal yang indah menikmati bangunan-bangunan megah abad pertengahan. Aku sampai di bagian lain dari sejarah panjang Delft.

Gerbang Timur. Orang Belanda menyebutnya Oostpoort. Tak terlalu besar bangunan tersebut. Namun terlihat menawan. Kusempatkan untuk berhenti sejenak untuk menjepretkan kamera ke bangunan bergaya Brick Gothic yang juga banyak dijumpai di daerah Eropa Utara ini. Di Delft, Ooospoort adalah satu-satunya pintu gerbang kota yang masih tersisa. Sementara yang lain dihancurkan  pada abad ke-19. Struktur bata yang sangat menawan, diapit oleh dua menara dengan ujung lancip di atasnya. Aku merasa seperti berada dalam negeri dongeng. Sebuah kanal terbentang tepat di depan bangunan ini. Jembatan  putih yang dapat terbuka jika kanal harus dilewati kapal berdiri di depannya. “Cantik.” Mulutku bergumam kepada diri sendiri.

Terus. Kubiarkan saja kakiku melewati pintu gerbang timur kota Delft yang menawan tersebut. Bukan hanya menawan bagiku, namun bagi banyak seniman sejak abad pertengahan sampai hari ini. Aku jadi teringat pesan seorang teman di tanah air jauh hari sebelum aku sampai di Belanda, “Kalau kau akan melakukan perjalanan dari Rotterdam menuju Den Haag, rugi kalau kau tidak singgah dan menikmati keindahan Delft.” Katanya. Dan hari ini promosi gratis dari temanku tersebut, benar-benar aku wujudkan.

Di Amsterdam sudah terlalu banyak turis. Terlalu banyak pesta pora. Terlalu banyak ganja. Di Rotterdam, terlalu banyak bangunan pencakar langit. Di Delft, terlalu banyak keindahan. Keindahan yang membuat siapa saja menjadi tentram. Ada estetika di sini, yang tak bisa disamakan dengan kota-kota lainnya di Belanda.

Tiba-tiba saja langkahku terhenti. Mataku menabrak tulisan yang begitu akrab. Sangat akrab. Sebuah bangunan berwarna putih. Ada halaman luas di depannya. Musim membuat pohon-pohon di halaman kehilangan dedaunan. Aku mendekat. Mencoba mengintip ke dalam. Ah, tetapi bangunan tersebut tutup. Di bagian lain, ada pintu yang lain. Kudekati. Sama. Tutup. Kenapa? Padahal hasratku begitu besar untuk masuk ke dalam. Bangunan putih tersebut bertuliskan Museum Nusantara. Tentu saja ada banyak peninggalan Indonesia di dalamnya. Sayang, aku tak ada kesempatan untuk masuk. Dan lebih disayangkan lagi, semenjak 6 Januari 2013, Museum Nusantara di Delft telah benar-benar ditutup dengan alasan financial. Menyedihkan. Ya, di nusantara, sejarah tak lebih dari makhluk asing.

Kutinggalkan pelataran Museum Nusantara yang barangkali hari ini juga telah ditinggalkan negara Indonesia tersebut. Masuk ke pelataran yang lain. Tetumbuhan hijau setinggi lutut mengular dengan rapi. Seseorang berdiri di tengahnya. Aku tepat berada di depannya. Lamat-lamat kuperhatikan wajahnya. Tajam kutatap matanya.

Orang inilah yang melakukan perlawanan luar biasa terhadap kebiadaban Spanyol yang tak memberi ruang bagi kebebasan beragama dan toleransi. Orang inilah yang membangkitkan semangat orang-orang Belanda untuk terus melawan. Pahlawan yang tak akan pernah dilupakan oleh orang Belanda sampai kiamat. Bapak Tanah Air mereka menyebutnya. William van Oranje namanya. Si pendiam julukannya.

Tepat di hadapanku, patung sang pangeran benar-benar diam. Namun apa yang telah dilakukannya akan terus dibicarakan siapa saja yang tinggal, datang, ataupun hanya singgah sebentar di Belanda. Ini adalah taman dari sebuah biara tempat pangeran William dan keluarga ‘The Dutch Royal House’. Hari ini biara tersebut berubah fungsi menjadi museum Het Prinsenhof. Pada 10 Juli 1584, di tangga Het Prinsenhof inilah William van Oranje dibunuh. Namun kedua putranya, Mauris dan Frederik Hendrik tak berhenti berperang hingga akhirnya meraih kemenangan. Setelah kemenangan tersebut, setelah terbebas dari penjajahan, giliran Belanda yang mengarungi dunia menjajah beberapa tempat, termasuk Indonesia.

Langit pelan-pelan mulai gelap. Cuaca semakin dingin. Aku harus pergi meninggalkan kota ini. Tapi orang tua dan remah roti, biru putih keramik, city hall, Niuewe Kerk, kanal yang memesona, angsa putih, gerbang timur, abad pertengahan, dan tentu saja sejarah panjang kota ini akan ikut bersamaku. Ikut menumpang kereta, menelusuri kota-kota lain di Belanda. Ikut menumpang pesawat, terbang 16 jam ke Indonesia. Menemaiku pada malam-malam tanpa lentera di kamar tidurku. Hingga saat ini, cerita yang tak akan pernah hilang itu, bisa kalian baca. Kalau ada waktu mampirlah ke sana. Ke sebuah kota kecil bernama Delft.

Pay Jarot Sujarwo

You May Also Like

traveling
Posted by Pay Jarot Sujarwo at 17:03:00
Email ThisBlogThis!Share to XShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: belanda, catatan perjalanan, delft, traveling

No comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Blogroll

Author

Like Us

Labels

backpacker belanda catatan kembara catatan perjalanan champa delft islam komunis madrid traveling catatan pernajalan melayu traveling vietnam yukngaji

Popular Posts

  • Backpacker Anti Mainstream | Pol Pot Sudah Mati
    Matanya liar. Mengincar para pejalan kaki. Sesekali ia memanjangkan leher. Menoleh ke belakang. Berpaling ke kiri juga ke kanan. Ia menem...
  • Pol Pot is Dead
    His eyes stared wildly, lurking for the walkers. Sometimes he craned his neck, twisted it back, left, right. He saw a man standing in a c...
  • SMS DARI BUMBUNAN SITORUS
    “Buku dan motivator. Mau tau siapa teman paling setia, tidak cerewet, gampang ditemui, sekaligus guru nan bijak dan sabar? Dialah BUKU! 1...
  • Kisah Barista
    Puisi Pay Jarot Sujarwo kisah apa lagi yang hendak kau ceritakan kali ini, barista. tentang hemingway yang tak pernah berpindah meja d...
  • Perjumpaan
    Hal yang menggembirakan dalam perjalanan adalah perjumpaan. Kau baca saja kisah heroik Agustinus Wibowo menelusuri negeri-negeri berakhi...
  • PAMAN DUDI
    “Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam. Orang sisa-sisa menangis. Air matanya api.” Dari sebuah kamar kecil, lebih kecil dibanding...
  • Islamic Trip, Malaysia, Vietnam, Kamboja, 6 Hari 5 Malam, 6,5 Juta Saja
    Bismillahirrahmanirrahiim Islamic Trips South East Asia (Asia Tenggara) Kuala Lumpur | Ho Chi Minh | Phnom Penh | Kampong Champ | Kuchi...
  • PERTEMUAN SINGKAT DENGAN BUDI P. HATEES
    Sungai kapuas punye cerite Bile kite minom aeknye Biarpon pegi jaoh kemane Sunggoh susah nak melupekannye (Salah satu bait Lagu ...
  • Uighur
    oleh Pay Jarot Sujarwo Pertama kali mengetahui tentang Uighur, saat saya membaca catatan perjalanan Agustinus Wibowo. Perjalanan tersebu...
  • Konser di Dalam Kereta
    Seorang tua duduk menguasai kursi yang sedianya untuk dua orang. Sesuai dengan nomor yang tertera di dalam tiket, seharusnya aku duduk di...

THE BLOG THEME

jarotsujarwo@yahoo.com

jarotsujarwo@gmail.com


Tel. 081256918507 (whatsApp)

Pin BlackBerry: 25B5DAFD

Twitter: @jarotsujarwo

Flickr

Popular Posts

  • Islamic Trip, Malaysia, Vietnam, Kamboja, 6 Hari 5 Malam, 6,5 Juta Saja
  • PERTEMUAN SINGKAT DENGAN BUDI P. HATEES
  • SMS DARI BUMBUNAN SITORUS
  • PAMAN DUDI
  • Taqorrub ilallah
Created by - Way2themes - | Distributed By Gooyaabi Templates
  • HOME
  • CONTACT